Cuaca boleh tak bersahabat, namun perayaan hari jadi kabupaten tercinta tak boleh dilewatkan begitu saja. Mungkin karena motivasi ini, selama hampir dua jam, para pendukung acara Puncak Hari Jadi Ke-91 Kabupaten Sleman (15 Mei 2007) tetap setia berada di Lapangan Denggung meski hujan tak kunjung henti.
Sekitar pukul 15.00, para prajurit tradisional sudah bersiap di Pendapa Parasamnya Kabupaten Sleman. Ketika hujan deras mulai mereda, kirabpun diberangkatkan menjuju Lapangan Denggung. Prosesi kirab didahului dengan penyerahan tombak Kiai Turunsih dari Sekretaris Daerah Kabupaten Sleman Sutrisno kepada Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Dwi Supriyatno, untuk selanjutnya diserahkan pada prajurit Pembawa Pusaka.
Sepuluh prajurit tradisional mengikuti kirab pusaka ini, diantaranya Prajurit Bregas, Kalijogo, Bremoro Geni Dowangan dan Tunggul Arum. Mereka berasal dari kelompok-kelompok tradisi masyarakat yang ada di Kabupaten Sleman. Dengan kekhasan busana Jawa dalam aneka warna, mereka memeriahkan suasana kirab. Bunyi-bunyian yang ditabuh dari perpaduan alat musik tradisional seperti kenong, gong, berpadu dengan alat musik modern seperti drum dan terompet. Tiap bregada membunyikan musiknya sendiri sehingga kirab semakin semarak.
Meski hujan deras kembali turun tak lama sesudah pusaka keluar dari Pendapa Parasamnya, kirab tetap dilanjutkan. Masyarakat sekitarpun antusias menunggu kedatangan kirab di Lapangan Denggung. Apalagi, pertunjukan aeromodeling dan drum band yang digelar sebelumnya cukup meriah.
Perayaan ulang tahun ke-91 ini, gajah ditampilkan dalam bentuk lain, yaitu diperankan oleh seniman dalam pementasan Sumilaking Pedhet Salimar. Pementasan tari ini mencaritakan bagaimana kedamaian di hutan Salimar yang banyak dihuni gajah terpecah ketika muncul kelompok-kelompok pengacau. Akan tetapi, ketika konflik teratasi, Salimarpun kembali damai.
Pementasan seni ini merepresentasikan hamparan masyarakat Sleman. Bagaimanapun sulitnya kondisi yang dihadapi, dengan usaha keras mereka akan mampu mengatasinya dan memperoleh kesejahteraan.
Ingin mendekatkan masyarakat umum dan generasi muda pada lokalitas dan identitas Kabupaten Sleman, panitiapun menggelar keseluruhan acara dalam bahasa Jawa, termasuk didalamnya sambutan Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X yang dibacakan oleh Wakil Gubernur DIY Paku Alam IX. Diluar para tamu undangan, prajurit tradisional, dan kelompok seni yang berpakaian Jawa, mungkin hanya kelompok drum band dan penonton yang tidak mengenakan pakaian Jawa. Kentalnya nuansa budaya Jawa yang cukup menyejukkan di tengah perkembangan arus globalisasi yang saat ini begitu deras di Kabupaten Sleman.
Sekitar pukul 15.00, para prajurit tradisional sudah bersiap di Pendapa Parasamnya Kabupaten Sleman. Ketika hujan deras mulai mereda, kirabpun diberangkatkan menjuju Lapangan Denggung. Prosesi kirab didahului dengan penyerahan tombak Kiai Turunsih dari Sekretaris Daerah Kabupaten Sleman Sutrisno kepada Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Dwi Supriyatno, untuk selanjutnya diserahkan pada prajurit Pembawa Pusaka.
Sepuluh prajurit tradisional mengikuti kirab pusaka ini, diantaranya Prajurit Bregas, Kalijogo, Bremoro Geni Dowangan dan Tunggul Arum. Mereka berasal dari kelompok-kelompok tradisi masyarakat yang ada di Kabupaten Sleman. Dengan kekhasan busana Jawa dalam aneka warna, mereka memeriahkan suasana kirab. Bunyi-bunyian yang ditabuh dari perpaduan alat musik tradisional seperti kenong, gong, berpadu dengan alat musik modern seperti drum dan terompet. Tiap bregada membunyikan musiknya sendiri sehingga kirab semakin semarak.
Meski hujan deras kembali turun tak lama sesudah pusaka keluar dari Pendapa Parasamnya, kirab tetap dilanjutkan. Masyarakat sekitarpun antusias menunggu kedatangan kirab di Lapangan Denggung. Apalagi, pertunjukan aeromodeling dan drum band yang digelar sebelumnya cukup meriah.
Perayaan ulang tahun ke-91 ini, gajah ditampilkan dalam bentuk lain, yaitu diperankan oleh seniman dalam pementasan Sumilaking Pedhet Salimar. Pementasan tari ini mencaritakan bagaimana kedamaian di hutan Salimar yang banyak dihuni gajah terpecah ketika muncul kelompok-kelompok pengacau. Akan tetapi, ketika konflik teratasi, Salimarpun kembali damai.
Pementasan seni ini merepresentasikan hamparan masyarakat Sleman. Bagaimanapun sulitnya kondisi yang dihadapi, dengan usaha keras mereka akan mampu mengatasinya dan memperoleh kesejahteraan.
Ingin mendekatkan masyarakat umum dan generasi muda pada lokalitas dan identitas Kabupaten Sleman, panitiapun menggelar keseluruhan acara dalam bahasa Jawa, termasuk didalamnya sambutan Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X yang dibacakan oleh Wakil Gubernur DIY Paku Alam IX. Diluar para tamu undangan, prajurit tradisional, dan kelompok seni yang berpakaian Jawa, mungkin hanya kelompok drum band dan penonton yang tidak mengenakan pakaian Jawa. Kentalnya nuansa budaya Jawa yang cukup menyejukkan di tengah perkembangan arus globalisasi yang saat ini begitu deras di Kabupaten Sleman.